Jakarta, Mulla-Shadra.com – Pada tanggal 16 Februari 2020, yayasan telah menyelenggarakan acara Wiladah Sayyidah Fathimah Az-Zahra as yang diikuti secara meriah oleh para aktivis yayasan dan semakin meriah oleh kegiatan lomba mewarnai sketsa Ahlul KIsa as oleh anak-anak.
Az-Zahra as lahir di Makkah al-Mukarramah pada 20 Jumadil Akhir, tahun ke-5 Bi’tsah atau 614 H. Di awal-awal tahun kenabian Rasulullah SAWW yang sangat getir, Az-Zahra as telah tumbuh sebagai anak perempuan yang mulia dan senantiasa mendukung perjuangan dakwah ayahandanya hingga beliau diberi gelar sebagai Ummu Abiha, Ibu dari Ayahnya SAWW.
Beliau as adalah satu-satunya wanita yang hadir bersama Rasulullah SAWW, Imam Ali as, Al-Hasan as, dan Al-Husein as pada saat Mubahalah di hadapan kaum Kristen Bani Najran. Peristiwa mubahalah yang bersejarah tersebut dikabarkan oleh Allah Ta’ala dalam kita suci Al-Qur’an, Surah Ali Imran, ayat 61:
﴾فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِن بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنفُسَنَا وَأَنفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَل لَّعْنَتَ اللَّـهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ﴿
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah pengetahuan tentangnya datang kepadamu, maka katakanlah:”Ayolah, kami panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kalian, diri kami dan diri kalian, kemudian marilah kita berdoa kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”
Walaupun pada awalnya, mubahalah itu hanya antara Rasulullah SAWW dan orang-orang Nasrani laki-laki, namun pada akhirnya mereka membawa anak-anak dan istri-istri mereka untuk bermubahalah agar lebih meyakinkan orang yang berdakwah atas kebenaran dakwahnya.
Karena itu didatangkanlah orang-orang terbaik dari kalangan mereka, yang dicintai masyarakat dan demi menjaga keselamatan orang-orang terbaik ini, mereka rela mengorbankan diri mereka, dan menempatkan dirinya dalam situasi bahaya. Selain itu,
Allamah Thabathaba’i ra, menyebutkan sebab lain diikutsertakannya keluarga mereka ke tempat bermubahalah adalah boleh jadi dengan melakukan ini, dia ingin mengatakan bahwa satu kelompok mengutuk kelompok lainnya, dan kedua kelompok tersebut saling meletakkan laknat Allah Ta’ala kepada yang berdusta hingga laknat dan azabnya juga melingkupi anak-anak, istri-istri serta diri mereka sendiri dan dengan cara ini permusuhan tercabut hingga ke akar-akarnya.
Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa tidak harus anak-anak, istri-istri atau diri-diri itu lebih dari dua agar bentuk jamak dari ayat-ayat tersebut bisa berlaku, karena menurut penjelasan di atas, maksud dari bentuk jamak adalah satu dari dua pendebat bersama orang-orangnya, kecil maupun besar, laki-laki atau perempuan, semuanya bisa saja hancur.
Begitupun dalam peristiwa ini para mufasir, perawi dan bukti-bukti sejarah menyebutkan bahwa Rasulullah saw tidak membawa seorang pun selain Ali, Fathimah, Hasan dan Husein as. Dan dengan cara ini, diri-diri itu dua orang, anak-anak itu dua orang dan hanya istri-istri saja yang satu orang. Dan dengan melakukan hal tersebut, perintah Allah swt tetap telah terlaksana.
Dalam Al-Qur’an bisa disaksikan juga hal lain bahwasanya ayat dari segi sebab-sebab turunnya tentang satu orang tetapi bentuk katanya menggunakan kata jamak; contohnya Ayat Zhihar dalam QS. Al-Mujadalah.
Zamaksyari Mengisahkan Keikutsertaan Sayyidah Fathimah as Dalam Peristiwa Mubahalah
Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasysyaf menukilkan ayat mubahalah dari Aisyah bahwa Rasulullah saw keluar pada hari mubahalah dan memakai jubah sampai menutupi rambut hitamnya, pada saat imam Hasan datang, dia memasukannya ke dalam jubah tersebut, lalu Imam Husain datang dan memasukkannya pula, dan kemudian Fathimah terus kemudian Imam Ali, pada saat demikian beliau bersabda :
﴾إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّـهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا﴿
“Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kalian, hai Ahlulbait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.” (QS. Al-Ahzab:33)
Ulama Ahlu Sunnah tersebut melanjutkan pembahasaannya dan berkata, “Membawa anak-anak dan istri-istri pada saat bermubahalah, lebih menunjukan kepada otoritas dan kepercayaan dibanding jika hanya bermubahalah seorang diri.
Karena dengan menyertakan mereka yang dicintai, bagian dari jiwanya dan yang sangat dicintai oleh masyarakat ke dalam laknat dan kehancuran dan tidak hanya mencukupkan dirinya saja, itu menunjukkan keberanian. Oleh karena itu, ini menunjukkan bahwasanya Nabi saw percaya sepenuhnya bahwa musuhnya yang berada dalam kedustaan, yang jika mubahalah terjadi keinginan orang yang dicintai dan buah hatinya akan hancur hingga ke akarnya.
Pengkhususan anak-anak dan istri-istrinya disebabkan karena mereka adalah keluarga yang paling dicintai yang menempati posisi dalam hatinya lebih dari siapapun walaupun manusia siap meletakan dirinya dalam kehancuran hanya karena agar mereka tidak terluka sedikit pun; dan oleh karena itu dalam peperangan, mereka membawa anak istri bersamanya agar tidak berpisah.
Karena itu Allah swt mendahulukan mereka (anak istri) dari diri-diri (anfus) dalam ayat Mubahalah ini untuk menunjukkan bahwa anak istri mereka memang lebih didahulukan dari diri-diri mereka sendiri.”
Berdasarkan hal ini Zamakhsyari berkata: “Inilah dalil tentang keutamaan Ahlukisa’, dimana tidak ada dalil yang lebih kuat selain dari dalil tersebut.”
Acara memperingati Wiladah Sayyidah Fathimah Az-Zahra as tersebut diisi oleh ceramah Ustadz Ismail Daeng Naba live dari Qom al-Muqaddasah.
Dalam ceramahnya, Ustadz Ismail Daeng Naba menekankan kepada hadirin untuk senantiasa meneladani sikap dan akhlak Ibunda Fathimah as.
Terpuji, amanah dan menjunjung tinggi nilai-nilai hukum Islam adalah jejak Az-Zahra as yang harus senantiasa kita terapkan dalam segala aktivitas kehidupan kita sehari-hari.
Peringatan Wiladah Sayyidah Fathimah Az-Zahra as yang diselenggarakan oleh yayasan dimeriahkan pula oleh pembacaan nasyid yang indah mengenai Fathimah as oleh Ogho Dedeng dari Bandung.
Dalam syair nasyid yang dilantunkan dengan sangat indah tersebut, Ogho Dedeng menyebutkan banyak sekali keutamaan dari Sayyidah Fathimah as yang merupakan penghulu wanita sejagat dan sebagai permata hati ayahnya,
Rasulullah SAWW, dimana Rasulullah SAWW berkata, ridhanya Fathimah adalah ridhaku dan ridhaku adalah ridha Allah SWT dan marahnya Fathimah adalah marahku dan marahku adalah murka Allah SWT.”
Acara memperingati hari Wiladah Sayyidah Fathimah as dilanjutkan dengan momen puncak tiup lilin dan potong kue tart untuk Sayyidah Fathimah as oleh seorang anak bernama indah Fathimah.
Kue tart red velvet tersebut dipersembahkan untuk kegembiraan Ibunda Sayyidah Fathimah as di hari kelahirannya yang agung dan mulia yang memberikan berkah bagi sekalian alam.
Lomba mewarnai sketsa Ahlul Kisa as oleh anak-anak semakin memeriahkan acara Wiladah Az-Zahra as ini, dimana semua anak-anak mendapatkan hadiah hiburan dari Ibunda Fathmah as dan setelah selesai mewarnai sketsa Ahlul Kisa as secara tak terduga anak-anak datang masing-masing menemui para Ibu untuk memberikan sekuntum bunga mawar yang indah dan semerbak yang mendambah kemuliaan hari Wiladah Sayyidah Fathimah as tersebut. Hari Wiladah Fathimah as ini adalah juga sebagai hari Ibu.
Terimakasih kepada para hadirin yang menghadiri acara di yayasan maupun yang hadirin yang mengikuti acara Wiladah Sayyidah Fathimah as lewat online Skype yang tidak kalah semaraknya.
Yayasan juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan para donatur, baik mereka yang menyumbang dana maupun makanan dan peralatan serta sumbangan tenaga sehingga acara Wiladah tersebut dapat berjalan dengan lancar. Semoga Sayyidah Fathimah az-Zahra as menjadi wasilah terkabulnya do’a-do’a kita semuanya.
Semoga semua sedekah para donatur lewat yayasan diterimaNya sebagai sebuah amal soleh yang bernilai sangat besar yang dapat menyelematkan kita dari kehidupan dunia dan akhirat.
Selamat hari Ibu, bagi seluruh kaum ibu yang diberkahi Ibunda Fathimah Az-Zahra as!