Jakarta, Mulla-Shadra.com – Di hari Ahad yang cerah, 8 Maret 2020, bertepatan dengan hari kelahiran Imam Ali bin Abi Thalib as yang jatuh pada tanggal 13 Rajab 1441, yayasan Mulla Mulla Shadra Hasan Abu Ammar dan Yayasan Itrah Institut Palu menyelenggarakan peringatan hari kelahiran Imam Ali bin Abi Thalib as.
Acara ini dihadiri oleh simpatisan dan aktivis yayasan beserta anggota keluarganya, dan dimeriahkan oleh nasyid yang dilantunkan oleh Ogho Dedeng dari Bandung. Nasyid kerinduan kepada Imam Ali as tersebut menambah kemeriahan acara Wiladah Putra Ka’bah yang agung ini.
Imam Ali bin Abi Thalib as lahir di kota Mekah al-Mukarramah pada 13 Rajab, tahun ke-30 setelah tahun gajah, atau sekitar tahun 600 Masehi. Dalam pandangan Syiah, ia adalah khalifah langsung setelah Rasulullah saww berdasarkan firman Allah Ta’ala dan penegasan Rasulullah saww.
Terdapat banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang kemaksuman dan kesuciannya dari segala jenis kekotoran dan kenistaan.
Berdasarkan sumber-sumber Syiah dan sebagian sumber Ahlusunnah, terdapat kurang-lebih 300 ayat yang diturunkan berkenaan dengan keutamaannya. Tiga keutamaan Imam Ali as diantaranya:
- Tatkala suku Quraisy hendak membunuh Nabi Muhammad saww, ia rela tidur di pembaringan Rasulullah saww untuk mengelabui pihak musuh sehingga dengan demikian Rasulullah saww dapat secara diam-diam melakukan hijrah.
- Rasulullah saaw mengikat Janji Persaudaraan (Akad Ukhuwwah) dengannya (al- Hakim Naisyaburi, jld. 3, hlm. 14).
- Ia ikut serta pada seluruh perang Nabi Muhammad saaw kecuali perang Tabuk, itu pun atas perintah Rasulullah saww untuk tinggal di Madinah. Oleh karena itu, Imam Ali as adalah panglima Islam yang paling banyak memiliki keutamaan dan kehormatan. (*
Orang yang Pertama Masuk Islam
Imam Ali as adalah lelaki pertama yang beriman kepada Nabi saww. Sesuai dengan sebagian riwayat Syiah, Nabi saww mengenalkan Imam Ali as sebagai muslim pertama, mukmin pertama dan orang pertama yang mempercayai Nabi.
Syeikh Thusi menukil sebuah riwayat dari Imam Ridha asyang memperkenalkan Imam Ali as adalah orang pertama yang beriman kepada Nabi Islam saww.
Allamah Majlisi menyebut urutan orang-orang yang beriman kepada Nabi saww sebagai berikut: pertama Imam Ali as, kemudian Khadijah sa dan berikutnya Jakfar bin Abi Thalib.
Menurut beberapa peneliti, ijma Syiah mengatakan bahwa Imam Ali as adalah lelaki pertama yang masuk Islam.
Selain itu, sebagian sejarawan Ahlusunnah seperti Thabari, Dzahabi, dan yang lain juga menukilkan beberapa tukilan yang menunjukkan bahwa Imam Ali as orang pertama yang masuk Islam. Saat itu Imam Ali as – menurut pendapat masyhur- berusia 10 tahun.
Namun dalam beberapa literatur disebutkan bahwa Imam Ali as beriman pada usia 12 tahun, sebab usia beliau saat menemui kesyahidannya 64 tahun.
Akhlak Mulia dari Pribadi Agung Imam Ali bin Abi Thalib as
Ibnu Abil Hadid berkata, “Ia hidup dalam kemurahan hati yang luar biasa dan keadannya yang sangat sederhana. Ketika ia berpuasa, ia memberikan makanan buka puasanya kepada anak yatim sehingga ayat, “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.”(QS Al-Insan [76]: 8) turun berkenaan dengannya.
Mufasir berkata suatu ketika Ali as hanya memiliki 4 dirham lalu beliau menyedekahkan 1 Dirham di malam hari, 1 Dirham yang lain di siang hari, 1 Dirham dengan rahasia, dan 1 Dirham lagi beliau sedekahkan dengan terang-terangan.
Olehnya itu ayat, “Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhan-nya. Tiada kekhawatiran bagi mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al-Baqarah [2]: 274) turun berkenaan dengan peristiwa ini.
Mereka berkata: Imam Ali as mengairi kurma orang Yahudi Madinah hingga tangannya keras dan upahnya beliau sedekahkan dan ia sendiri mengganjal perutnya dengan batu.
Mereka berkata: “Tidak pernah sekalipun berkata tidak kepada orang yang membutuhkan bantuan.” Pada suatu hari, Mahfan bin Abi Mahfan menghadap Muawiyah. Muawiyah bertanya kepadanya, “Dari mana engkau?” Ia dengan maksud ingin membahagiakan Muawiyah berkata, Aku baru saja datang dari orang yang paling pelit di antara seluruh manusia.
Maksudnya adalah Imam Ali. Celakalah engkau! Bagaimana mungkin tentang seseorang yang jika mempunyai gudang emas dan jerami maka akan ia gunakan untuk menolong orang-orang yang miskin!”
“Ali adalah jiwa universal yang telah menggemakan senandung keabadian di cakrawala Jazirah Arab. Namun karena figurnya lebih besar dari masanya, maka masyarakat saat itu tidak tahu siapa dia dan tidak bisa mencerna kata-katanya. Ali telah meninggalkan dunia, sementara dunia menyaksikan keagungannya.”
(Kahlil Ghibran, Penyair)
Mudah Memaafkan dan Bertoleransi
Ibn Abil Hadid berkata: “Imam Ali as mempunyai kesabaran, mudah memaafkan, murah hati dan mengabaikan orang lain yang berbuat tidak baik kepadanya, hal ini sebagaimana yang terjadi pada perang Jamal yang merupakan bukti akan hal ini. Ketika Marwan bin Hakam yang merupakan musuh yang paling nyata tertangkap,
Imam membebaskannya dan dari peristiwa ini membawa pengaruh yang luar biasa. Abdullah bin Zubair mengucapkan perkataan keji kepada Imam Ali di depan khalayak ramai dan ketika Abdullah dengan pasukan Aisyah datang ke Basrah membaca khutbah dan Abdullah dalam khutbah itu mengatakan segala sesuatu yang mau ia ucapkan bahkan dengan mengatakan sekarang paling hinanya orang dan paling dina di antara manusia, yaitu Ali as akan datang ke kota Anda.
Namun Imam Ali as memaafkannya dan Imam hanya berkata, “Menjauhlah dari sini sehingga aku tidak akan melihatmu!” Imam juga berkata demikian kepada Said bin Ash yang merupakan musuh beliau dan setelah kejadian perang Jamal, ia tertangkap di Mekah namun ia tidak diapa apakan.
Perlakuan Imam Ali as terhadap Aisyah sangat terkenal. Walaupun Imam menjadi pemenang, namun Imam menyampaikan ucapan selamat kepadanya.
Imam pun menyuruh 20 wanita dari kabilah Abad Qais yang semuanya mengenakan pakaian laki-laki dengan perlengkapan pedang untuk menyertai Aisyah untuk kembali ke Madinah padahal selama dalam perjalanan Aisyah tidak henti-hentinya mengucapkan perkataan keji kepada Imam Ali as dengan mengatakan bahwa Imam Ali merusak kehormatannya dan ia mengirimkan laki-laki dari sahabatnya untuk menyertai perjalanannya.
Setelah rombongan itu sampai Madinah, wanita-wanita itu pun berkata: “Lihatlah kami semua adalah wanita yang telah menyertai Anda!”
Pasca perang selesai, masyarakat Basrah yang berdiri di barisan Aisyah dan sebagian dari pasukannya yang tertawan, semuanya dibebaskan dan Imam berkata kepada pasukannya bahwa jangan sampai ada seorang pun yang melawan keputusan ini.
Mereka dinyatakan bebas dengan catatan mereka meletakkan senjatanya. Imam Ali tidak menjadikan mereka sebagai tawanan perang, tidak juga mengambil harta mereka sebagai harta rampasan perang sebagaimana perlakuan Rasulullah saww memperlakukan masyarakat Mekah dalam peristiwa Fathu Mekah.
Pasukan Muawiyah pada perang Shiffin menutup air bagi pasukan Imam Ali as dan pasukannya. Mereka membuat pembatas di sungai Furat. Pemimpin pasukan Muawiyah berkata: “Ali dan pasukannya harus merasakan kehausan yang sangat, sebagaimana ia telah membunuh Usman dalam keadaan haus.” Kemudian kedua pasukan itu berperang dan pasukan Imam Ali as berhasil merebut air itu.
Pada kesempatan itu, pasukan Imam Ali juga melarang pasukan Muawiyah untuk meminum air walaupun setetes sehingga semuanya akan mati kehausan, namun Imam Ali berkata, “Tidak, selamanya jangan lakukan hal ini, biarlah mereka menggunakan sebagian air Furat.”
Berperangai Luhur
Ibn Abil Hadid berkata, “Adapun dari sisi kebaikan perangai, Ia telah menjadi pepatah sebagaimana musuh-musuhnya menganggap aib baginya. Sha’sha’ah bin Suhan dan sahabat setia Imam Ali berkata, “Ali as di antara kami seperti salah satu di antara kami, tidak menilai adanya keistimewaan bagi dirinya bahkan tawadhu dan rendah hati sangat takut sehingga kami di hadapannya bagaikan tawanan dengan kaki terbelenggu di bawah seorang laki-laki yang sedang terhunus pedangnya.”
Jihad fi Sabilillah
Ibn Abil Hadid berkata: Kawan dan lawan Imam Ali as menyatakan bahwa ia seorang pemimpin mujahid dan tidak ada seorang pun yang pantas menyandang predikat ini. Semua mengetahui peperangan yang paling seru dan sengit dalam Islam adalah perang Badar ketika ada 70 orang kafir terbunuh.
Setengah dari jumlah itu terbunuh di tangan Imam Ali as dan setengahnya lagi tewas di tangan kaum Muslimin atas pertolongan malaikat. Posisi dan peranan Imam Ali as pada pererangan Uhud, Ahzab, Khaibar, Hunain dan peperangan yang lainnnya telah diakui sejarah dan tidak perlu dijelaskan. Imam Ali juga pandai dalam memahami permasalahan-permasalahan penting seperti ilmu Geografi tentang Mekah, Mesir dan lainnnya.
Keberanian
Ibnu Abil Hadid berkata, “Ia adalah satu-satunya jawara yang akan selalu diingat yang menghapus kenangan orang-orang terdahulu dan melenyapkan pada dirinya orang-orang setelahnya.” Keberhasilan Ali as dalam medan pertempuran sangat dikenal dalam sejarah sehingga sampai hari kiamat pun akan selalu menjadi contoh. Ksatria yang tidak pernah lari dari medan peperangan dan tidak takut dengan jumlah musuh yang besar.
Ia tidak berperang kecuali membinasakan musuhnya dan ia adalah sosok orang yang pukulannya sangat ampuh sehingga tidak pernah berulang pukulannya. Ketika menantang Muawiyah untuk berduel sehingga salah satunya dari keduanya mati, orang-orang pun yakin dan percaya diri. Amr bin Ash kepada Muawiyah berkata: “Ali bukan tandinganmu.
Muawiyah berkata kepada Amr bin Ash: Semenjak kau bersamaku, tidak pernah sekalipun kamu berlaku licik kepadaku! Kau menyuruhku untuk melawan seseorang yang tidak akan pernah pernah melepaskan orang lain dari cengkeramannya! Aku sangat yakin bahwa setelahku, kau sangat terpikat dengan pemerintahan Syam.
Orang-orang Arab selalu bangga jika pada suatu hari berhadapan dengannya atau kaki tanganku terbunuh oleh Ali as.” Pada suatu hari, Muawiyah tengah tertidur pulas di singgasananya, tiba-tiba matanya terbuka. Ia melihat Abdullah bin Zubair di dekatnya. Ia pun duduk di dekatnya dan dengan bercanda berkata kepada Muawiyah: “Wahai Amirul Mukminin! Jika Anda setuju, mari kita beradu gulat.” Muawiyah berkata: “Celakalah engkau Abdullah! Aku lihat kamu berbicara tentang seseorang yang berani dan tangguh!
Abdullah berkata: Memangnya engkau mengingkari akan keberanianku? Aku adalah seseorang yang melawan Ali as di medan peperangan.” Muawiyah berkata: ‘Sama sekali tidaklah demikian. Apabila engkau sebentar saja di hadapan Ali berdiri maka engkau dan ayahmu akan terbunuh dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya tetap siap sedia untuk berperang.”
Ibadah
Ibnu Abil Hadid berkata, “Ali as adalah seorang abid (ahli ibadah) yang paling taat. Puasa dan salatnya paling banyak dari pada yang lainnya. Orang-orang belajar darinya dalam mengerjakan salat malam dan berterusan mengerjakan salat sunnat.
Dan bagaimana penilaian Anda terhadap seorang laki-laki yang menjaga salat-salat sunnatnya hingga pada Perang Shiffin pada Lailatul Harir (malam terakhir Perang Shiffin) di antara dua barisan, sajadah di gelar untuknya padahal anak panah melintas di antara kedua belah tangan dan di antara kedua daun telinganya tanpa rasa takut ia tetap sibuk melanjutkan salatnya.
Dahinya bagaikan lutut unta karena banyaknya sujud. Setiap kali orang yang mendengarkan doa dan munajatnya akan menyadari bagaimana pengagungannya kepada Allah, kebersahajaannya di hadapan kebesaran-Nya, sujudnya di hadapan Allah serta ketulusan dalam dirinya. Orang-orang akan mengetahui dari mana gerangan datangnya doa-doa ini dan melalui lisan apa ia mengalir.
Zuhud
Ali as adalah pemimpin orang-orang yang zuhud. Siapa yang akan menempuh jalan ini, maka ia harus mengikuti jalan Imam Ali as. Ali as tidak pernah sekalipun mengenyangkan perutnya. Ali as mengkonsumsi makanan dan berpakaian kasar.
Abdullah bin Abi Rafi’ berkata, “Aku menemui Imam Ali as pada hari raya raya. Saya melihatnya memiliki kantung yang tersegel. Ketika aku membuka kain penutup itu, aku melihatnya roti kasar yang tidak tersentuh. Beliau tengah makan makanan itu. Aku pun berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Mengapa engkau menyegelnya? Imam Ali berkata, “Saya takut anak-anakku akan mengolesinya dengan mentega atau dengan minyak zaitun.”
Pakaian yang ia kenakan kadang-kadang berasal dari kulit binatang dan kadang-kadang berasal dari daun kurma. Alas kakinya terbuat dari pelepah kurma. Dan mengenakan pakaian berbahan sangat kasar. Jika ingin memakan sesuatu selain roti maka makanan pendampingnya adalah cuka dan garam.
Dan jika lebih baik dari ini maka sebagian bercampur dengan tumbuh-tumbuhan atau susu unta. Beliau tidak memakan daging kecuali sedikit dan bersabda, “Janganlah perutmu kalian jadikan sebagai gudang hewan.”
Namun, beliau adalah orang yang paling kuat dan kelaparan yang ada padanya tidak mengurangi kekuatannya sedikit pun. Ia meninggalkan kehidupan dunia padahal kekayaannya membentang di seluruh dunia Islam kecuali Syam bahkan ia membagi kekayaannya kepada rakyatnya.
Nahjul Balaghah, Bukti Keagungan Pribadi Imam Ali as
Karya monumental yang telah dibukukan dari ucapan dan tulisan-tulisan Imam Ali as adalah Nahj al-Balāghah yang dikumpulkan oleh Sayid Radhi, seorang ulama terkemuka pada abad ke-4 H. Setelah Alquran, Nahj al-Balāghah adalah teks suci bagi penganut Syiah dan merupakan teks agama paling tinggi nilai sastranya dalam bahasa Arab.
Kitab ini terdiri dari tiga bagian utama: Kumpulan khutbah-khutbah, surat-surat dan hikmah-hikmah singkat Imam Ali as dalam berbagai situasi atau yang ditulis oleh Sang Imam untuk ditujukan kepada orang-orang tertentu.
Khutbah-khutbah dalam Nahj al-Balāghah terdiri dari 239 khutbah dan dari tinjauan waktu dibagi menjadi tiga: sebelum masa pemerintahan, dalam masa pemerintahan dan pasca pemerintahan.
Surat-surat dalam Nahj al-Balāghah terdiri dari 79 surat dan hampir semuanya ditulis dalam masa pemerintahan beliau. Kalimat-kalimat pendek dalam Nahj al-Balāghah terdiri dari 480 tuturan hikmah. Sebagian syarah-syarah Nahj al-Balāghah adalah Syarh Ibn Maitsam Bahrani, Syarh Ibn Abi al-Hadid Mu’tazili, Syarh Muhammad Abduh, Syarah Muhammad Taqi Ja’fari, Darshāi az Nahj al-Balāghah karya Husainali Muntazheri, Syarah Fakhr al-Razi, Minhaj al Barā’ah karya Qutb al-Din Rawandi, Syarh Nahj al-Balāghah karya Muhammad Baqir Nawab Lahijani.

Milad Imam Ali as diisi oleh ceramah Ustadz Ismail Daeng Naba live dari Qom al-Muqaddasah. Isi ceramah beliau diantaranya adalah meneladani akhlak Imam Ali as yang pantang menyerah dalam seluruh hidupnya, karena hidupnya hanya untuk Islam.
Imam Ali as juga digelari Tsarallah, yang maknanya adalah seorang mazhlum (yang terzalimi) yang ditindas oleh musuh-musuh Islam, kemazhluman Tsarallah hanya akan dibalas oleh Allah Ta’ala, atas semua penzaliman yang diterimanya dan darah suci yang tertumpah.
Pada acara Wiladah Imam Ali as inipun dimeriahkan oleh Nasyid dan lomba mewarnai sketsa tulisan Ya Ali, Adrikni! Yang diikuti oleh anak-anak pecinta yayasan Mulla Shadra Hasan Abu Ammar dan Yayasan Itrah Institut Palu. Kemeriahan dan kegembiraan anak-anak yang mengikuti lomba mewarnai, menambah semaraknya acara Wiladah Imam Ali bin Abi Thalib as ini.

Acara puncaknya adalah tiup lilin kue tart Imam Ali as yang ditiup oleh seorang anak bernama Ali dan potongan kue tartnya diberikan oleh anak-anak kepada para ayah. Karena hari Wiladah Imam Ali as ini juga diperingati sebagai hari Ayah.
Selamat berbahagia kepada para Ayah di hari agung kelahiran Putra Ka’bah Imam Ali bin Abi Thalib as!
(* wikishia.net