NABI IBRAHIM AS KEMBALI KE PALESTINA
Nabi Ibrahim as dan siti Hajar berpisah dalam keadaan keduanya berlinang air mata. Nabi Ibrahim kembali ke Palestina sedangkan siti Hajar dan Ismail tetap tinggal di Mekah. Ketika nabi Ibrahim sampai di bukit “Dzi Thuwa” suatu tempat dimana jika beliau melangkah turun, maka beliau tidak akan melihat siti Hajar dan Ismail lagi. Beliau memandang mereka dengan hati sedih dan hancur. Kemudian beliau memanjatkan doa: Ya Allah jadikanlah kota Mekah, kota yang aman. Ya Allah jauhkanlah diriku dan anak-anakku dari menyembah berhala. Ya Allah aku meninggalkan sebagian keluargaku (Hajar dan Ismail) di tempat yang tidak ada air dan tumbuhan di sisi suatu rumah yang menjadi haramMu supaya mereka mendirikan shalat, palingkanlah hati para penduduk kepada mereka dan tujuan mereka. Berikanlah mereka berbagai macam buah-buahan materi dan ukhrawi. Ya Allah jadikanlah diriku dan anak-anakku orang-orang yang menegakkan shalat. Ya Allah terimalah doaku dan penuhilah permohonanku. Ampunilah diriku dan maafkanlah kesalahanku. Ampunilah ayah dan ibuku dan seluruh kaum mukminin pada hari penghisaban kiamat.[5]
Dengan demikian nabi Ibrahim dengan linangan air mata menyerahkan Hajar dan Ismail kepada Allah swt dan pergi menuju Palestina dalam keadaan yakin bahwa doanya akan dikabulkan. Karena memenuhi semua syarat-syarat terkabulnya doa.
MUNCULNYA MATA AIR ZAMZAM
Ka’bah merupakan tempat penyembahan Tuhan Yang Esa yang pertama, dimana bangunan pertamanya dibangun oleh nabi Adam as dengan perintah Allah swt. Namun rusak karena topan pada jaman nabi Nuh as dan tidak ada jejaknya lagi. Dan kini Hajar dan Ismail sendirian di samping tempat bangunan yang telah tiada dimana dulunya berada di sela-sela gunung-gunung batu yang gersang dan tandus. Sungguh bagi seorang perempuan yang patah hati disamping anaknya yang masih kecil, tinggal ditempat semacam ini sangat menakutkan dan mengerikan.
Hajar dalam keadaan seperti itu harapannya hanyalah Tuhan semata. Beliau menjadikan Sabar dan itiqamah sebagai cara hidup. Dipadang pasir itu beliau melihat pohon berduri. Beliau menghamparkan cadurnya di atas pohon tersebut dan membuat bayangan tempat berteduh. Kemudian duduk bersama anaknya yang masih kecil dibawah bayangan cadur tersebut.
Kini ia melihat dirinya berada dalam berbagai macam pikiran yang berkecamuk. Kadang-kadang ia memperhatikan tubuh buah hatinya (Ismail) yang tak berdaya. Ia teringat semua kebaikan-kebaikan nabi Ibrahim as dan ketidak bersahabatnya siti Sarah dan akhirnya ia memikirkan nasib dan masa depan diri dan anaknya. Namun dengan mengingat Tuhan hatinya menjadi tenang. Beberapa jam siang hari itu telah berlalu. Tiba-tiba Ismail dipadang sahara yang panas dan terik itu merasa kehausan.
Anak kecil itu jatuh terlentang di atas tanah tumit kedua kakinya menerjang-nerjang bumi, seakan-akan ia meminta pertolongan kepada batu dan tanah. Ibu yang tengah patah hati hanya memperhatikan Ismail yang menderita dan kehausan, apa yang bisa ia lakukan. Jika air tidak ditemukan maka ia akan kehilangan buah hatinya Ismail. Kemudia iapun berdiri dan pergi kesekitar tempat itu untuk mencari air. Tak jauh darinya ada dua bukit yaitu bukit Shafa dan bukit Marwah. Ia melihat bayangan air di atas bukit Shafa. Segera beliau berlari menuju atas bukit Shafa. Namun ketika telah sampai di tempat itu, ternyata tidak ada air dan hanya fatamorgana. Ia pun kembali ke bukit Marwah, kemudia kembali lagi kebukit Shafa. Peristiwa Pulang pergi ini terulang sampai sebanyak tujuh kali, sambil sesekali memperhatikan anaknya yang tak berdaya yang hampir binasa karena kehausan. Sang ibu kelelahan dan harapannya telah pupus dari semua. Dalam keadaan berlinang air mata, iapun kembali kesisi putranya. Suapaya ia berada di sisi putranya di saat-saat akhir hayatnya dan meminta maaf atas ketidak mampuannya. Wahai buah hatiku, aku telah mencari air dengan segenap kemampuanku, namum aku tidak menemukan air. Ketika ia sampai di sisi sang anak, tiba-tiba ia melihat di bawah kaki Ismail terdapat air yang jernih dan segar.