بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
IMAM ALI (ALAIHI SALAM) DAN SERIBU KEPENG EMAS
Dikisahkan didalam kitab “fadhilah Ali bin Abi Thalib”:
Dikota kufah, terdapat seorang pedagang yang bernama Abu Ja’far, dimana dalam mencari nafkah dan pekerjaannya memiliki cara dan metode yang sangat menarik dan baik, bahwa dalam berniaga dia tidak terfokus pada tujuan materi dan tidak pula berhasrat menumpuk kekayaan, melainkan lebih berusaha untuk memperoleh ridha Ilahi.
Setiap kali seorang saiyid (keturunan Rasulullah salallahu alaihi wa aalihi) datang kepadanya untuk memohon pinjaman dan berhutang, tak pernah ditolaknya walaupun hanya sekali, dan tidak pula mencari-cari alasan atas hal itu, melainkan dia akan memberikan pinjaman dan hutang kepada mereka.
Setelahnya, dia akan mengatakan kepada pembantunya: “Tulislah bahwa Ali bin Abi Thalib (alaihi salam) telah berhutang sekian dinar.”
Lalu tulisan itu di biarkan begitu saja.
Selang beberapa waktu lamanya dia melakukan hal ini hingga akhirnya mengalami kebangkrutan dalam usahanya dan modal usahanya pun habis tak bersisa.
Suatu hari, dia meminta kepada pembantunya, untuk membawakan buku hutang piutang kepadanya, dan siapa saja yang masih berhutang kepadanya namun telah meninggal, maka namanya di hapus dari daftar peminjam.
Sedangkan dari mereka (para penghutang) yang masih hidup, akan segera ditagihnya.
Namun hal ini tetap tidak dapat menyelamatkan perniagaannya dari kebangkrutan.
Suatu hari dia sedang duduk didepan rumahnya, dan seorang lelaki lewat didepannya seraya mengejek dan mencelanya dan mengatakan: “Apa yang kau harapkan dari orang yang namanya selalu kau jadikan jaminan dalam meminjamkan uangmu (maksudnya adalah imam Ali alaihi salam).
Si pedagang begitu sedih dan terpukul dengan hinaan dan ejekan tersebut.
Malamnya, didalam mimpi dia melihat Nabi mulia (salallahu alaihi wa aalihi), imam Hasan dan imam Husein (alaihima salam), lalu nabi berkata kepada imam Hasan: mana ayah mu (Ali)?
Lalu imam Ali alaihi salam datang.
Kemudian Nabi bersabda: “Mengapa engkau tak membayar hutang-hutangmu pada pedagang ini?”
Imam Ali (alaihi salam) menjawab: “Kini aku datang untuk membayar hutang-hutang itu semua.” imam seraya menyerahkan kantong putih yang berisi 1000 kepeng emas dan mengatakan: Ambillah, ini adalah hak mu, dan jangan menolak pemberian ini.”
“Dan, Janganlah menolah setiap kali dari keturunanku datang untuk meminta pinjaman darimu.”
“Maka setelah ini, kau tidak akan kekurangan.”
Lalu Abu Ja’far (pedagang) terbangun dari tidurnya dan melihat kantong putih digenggaman tangannya, lalu menghampiri istrinya dan menunjukkan kantong itu kepadanya.
Awalnya sang istri tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, dan mengatakan: “Jika kau berencana jahat dan hendak menipu masyarakat, maka takutlah kepada Allah dan jauhilah perbuatan makar dan tercela (menipu masyarakat).”
Lalu Abu Ja’far (pedagang) menceritakan kisah mimpinya kepada sang istri. Lalu sang istri mengatakan: “Jika yang kau katakan adalah benar, maka tunjukkan padaku daftar hutang piutang mu.”
Setelah mengecek kembali daftar list peminjam di dalam bukunya, mereka menyadari bahwa setiap hutang yang tertulis atas nama imam Ali (alaihi salam), semua telah terhapus tak berbekas.[1]
[1]– Al-Raudhah fi Fadhail Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib as, Ibn Syadzan Qomi, Abul Fadhil Syadzan bin Jibril, Peneliti: Syekarchi, Ali, Maktabah al-Amin, Qom, 1423 h, cetakan pertama, hal 27